Ilustrasi, sumber foto: Istimewa
8Tangkas - Regulator antimonopoli Korea Selatan telah memutuskan untuk memberi denda kepada perusahaan Google Alphabet sejumlah 207 miliar won atau setara dengan Rp 2,5 triliun karena telah memblokir versi khusus sistem operasi Android pada Selasa (14/9) waktu setempat. Pihak Google sendiri dikabarkan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Putusan itu mengacu pada UU Bisnis Telekomunikasi Korea Selatan yang mulai berlaku
https://twitter.com/AJEnglish/status/1437699642574217216?s=20
Dilansir dari Aljazeera.com, Korea Fair Trade Commission (KFTC) pada Selasa waktu setempat menyebutkan bahwa persyaratan dengan pembuat perangkat sama dengan penyalahgunaan posisi pasar dominan Google yang membatasi persaingan di pasar OS seluler.
Sistem operasi seluler Google telah mendukung lebih dari 80 persen ponsel cerdas di seluruh dunia. Pihak Google sendiri mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya bermaksud untuk mengajukan banding.
Dikatakan putusan tersebut mengabaikan manfaat yang ditawarkan oleh kompatibilitas Android dengan program lain serta merusak keuntungan yang dinikmati oleh konsumen.
Putusan denda tersebut datang pada hari amandemen Undang-Undang Bisnis Telekomunikasi Korea Selatan, yang dikenal juga dengan istilah "hukum anti-Google", mulai berlaku.
Undang-undang tersebut sekarang ini telah melarang operator toko aplikasi seperti Google untuk mewajibkan pengembang perangkat lunak menggunakan sistem pembayaran mereka, persyaratan yang secara efektif menghentikan pengembang untuk membebankan komisi atas pembelian dalam aplikasi.
KFTC mengatakan Google menghambat persaingan dengan membuat produsen perangkat mematuhi perjanjian anti-fragmentasi (AFA) saat menandatangani kontrak utama dengannya terkait lisensi toko aplikasi.
Di bawah AFA, produsen tidak dapat melengkapi handset mereka dengan versi Android yang dimodifikasi, yang dikenal sebagai "Android fork".
Hal itu telah membantu Google memperkuat dominasi pasarnya di pasar OS seluler.
Google menilai putusan itu mengabaikan manfaat
https://twitter.com/Gadgets360/status/1437647345361952771?s=20
Pihak regulator setempat khawatir bahwa membatasi fork ke OS telah mencegah munculnya pesaing yang layak untuk Android seperti Amazon dan Alibaba.
Android saat ini merupakan sistem operasi seluler paling populer di dunia serta dipasang di lebih dari 80 persen ponsel pintar di seluruh dunia.
Walaupun inti Android merupakan sumber terbuka, produsen harus menandatangani Android adalah sumber terbuka, produsen harus menandatangani AFA untuk mendapatkan manfaat seperti akses awal ke sistem operasi serta akses ke Google Play Store, bagian penting dari pengalaman Android bagi sebagian besar penggunaan ponsel pintar.
Ketua KTFC, Joh Sung-wook, mengatakan keputusan tersebut sangat berarti karena memberikan kesempatan untuk memulihkan tekanan persaingan di masa depan di OS seluler dan pasar-pasar aplikasi.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Google mengatakan perusahaan tidak setuju dengan keputusan tersebut dan berpendapat bahwa kebijakan Android telah memungkinkan produsen dan pengembang ponsel Korea untuk sukses serta telah menciptakan peluang untuk inovasi.
Juru bicara Google menerangkan bahwa keputusan KFTC telah mengabaikan manfaat ini dan akan merusak keuntungan yang dinikmati konsumen.
Google sebelumnya menyebutkan AFA nya diperlukan untuk memastikan bahwa aplikasi berfungsi di lebih banyak ponsel Android.
Selain itu, regulator Korea juga menyelidiki dugaan pembatasan persaingan di pasar aplikasi Google Play Store, pembelian dalam aplikasi, serta pasar iklan.
Sebelumnya, Majelis Nasional Korea Selatan menyetujui undang-undang operator Google dan Apple memaksa pengembang menggunakan sistem pembayaran aplikasi mereka
Sekitar tanggal (31/8) lalu, Majelis Nasional Korea Selatan menyetujui undang-undang yang melarang operator toko aplikasi seperti Google dan Apple dari memaksa pengembang untuk menggunakan sistem pembayaran dalam aplikasi mereka.
Korea Selatan dilaporkan menjadi negara pertama di dunia yang mengesahkan RUU semacam itu, yang menjadi undang-undang ketika ditandatangani oleh Presiden Korea Selatan.
Raksasa teknologi telah menghadapi kritik luas atas praktik mereka yang mengharuskan pengembang aplikasi untuk menggunakan sistem pembelian dalam aplikasi, di mana perusahaan menerima komisi hingga 30 persen.
Mereka mengatakan komisi tersebut membantu membayar biaya pemeliharaan pasar aplikasi.
Undang-undang melarang operator pasar aplikasi menggunakan monopoli mereka untuk meminta sistem pembayaran seperti itu, yang berarti mereka harus mengizinkan cara alternatif untuk membayar.
Dikatakan larangan itu bertujuan untuk mempromosikan persaingan yang lebih adil.
Pihak Apple mengkritik undang-undang tersebut dalam sebuah pernyataan bahwa itu akan menempatkan pengguna yang membeli barang digital dari sumber lain pada risiko penipuan, merusak perlindungan privasi mereka, mempersulit untuk mengelola pembelian mereka, dan membuat kontrol orang tua dan fitur lainnya kurang efektif.
Regulator di Eropa dan Tiongkok serta beberapa pasar lain mengkhawatirkan dominasi Apple, Google, dan pemimpin industri lainnya dalam pembayaran, periklanan online, serta bidang lainnya.
Sedangkan pihak Google sendiri mengatakan telah mempertimbangkan bagaimana mematuhi undang-undang tersebut.
0 Komentar